Pembunuhan
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris , maka gugurlah haknya untuk
mendapatkan warisan dari ayahnya. Si Anak tidak lagi berhak mendapatkan warisan
akibat perbuatannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, Tidaklah seorang
pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. Dari pemahaman hadits
Nabi tersebut lahirlah ungkapan yang sangat masyhur di kalangan fuqaha yang
sekaligus dijadikan sebagai kaidah:
من
تعجل بشيء عوقب بحرمانه
“Siapa
yang menyegerakan agar mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka dia tidak
mendapatkan bagiannya.”
1.
Ada perbedaan di kalangan fuqaha tentang penentuan jenis pembunuhan.
Mazhab
Hanafi menentukan bahwa pembunuhan yang dapat menggugurkan
hak waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib membayar kafarat.
Mazhab
Maliki berpendapat bahwa hanya pembunuhan yang disengaja
atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan hak waris.
Mazhab
Syafi’i mengatakan bahwa pembunuhan dengan segala cara dan
macamnya tetap menjadi penggugur hak waris, sekalipun hanya memberikan
kesaksian palsu dalam pelaksanaan hukuman rajam, atau bahkan hanya membenarkan
kesaksian para saksi lain dalam pelaksanaan qishash atau hukuman mati pada
umumnya.
Mazhab
Hambali berpendapat bahwa pembunuhan yang dinyatakan
sebagai penggugur hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang mengharuskan
pelakunya di-qishash, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itu tidak
tergolong sebagai penggugur hak waris.
Al-Mahrum
Bila
seorang anak membunuh ayahnya, maka hak waris anak itu gugur dari harta
ayahnya. Bila seorang anak murtad atau agamanya bukan Islam sedangkan ayahnya
seorang muslim, maka hak warisnya pun gugur. Dan bila seorang berstatus budak,
maka dia pun tidak punya hak dalam menerima warisan.
Orang
yang melakukan atau dalam kondisi salah satu di atas, disebut dengan istilah
al-mahrum, atau orang yang diharamkan atasnya hak mendapatkan harta warisan.
2.
Al-Qatil Atau Membunuh Orang Yang Akan Mewariskan
Bila
ada orang yang berhak menerima waris, tetapi orang itu membunuh orang yang akan
mewariskan, misalnya ada anak yang tidak sabar menanti warisan ayahnya,
sehingga ia membunuh ayahnya, maka anak tersebut tidak berhak mengambil pusaka
ayahnya. Untuk lebih jelasnya, lihat Muhtashar Al-Fiqhul Islami, hal. 774 oleh
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwajiri.
Dalilnya,
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
الْقَاتِلُ
لاَيَرِثُ
“Pembunuh
tidaklah memperoleh harta waris” [Hadits Riwayat Tirmidzi 3/288, Ibnu Majah
2/883, Hadits Shahih Lihat Al-Irwa’, hal. 1672]
Adapun
pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap
mendapat harta waris. Lihat Sunan Tirmidzi (3/288). Sedangkan jumhur ulama
berpendapat, pembunuh tidak mendapat harta waris, baik dengan sengaja atau
tidak . Lihat Sunan Tirmidzi (3/288).
Jalan
tengah dari dua pendapat yang berbeda ini, Syaikh Al-Allamah Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin berkata :
“Pembunuhan
yang disengaja tidak berdosa apabila pembunuhan itu seperti membunuh perampok
(walaupun itu ahli waris), maka membunuh perampok (walaupun itu ahli waris),
maka tidaklah menghalangi pembunuhnya mendapatkan harta waris dari yang
dibunuh., karena tujuannya untuk membela diri. Demikian juga, misalnya pembunuhan
yang disebabkan karena mengobati atau semisalnya, maka tidaklah menghalangi
orang itu untuk mendapatkan harta waris, selagi dia diizinkan untuk mengobati
dan berhati-hati”. Lihat Tashilul Fara’id, hal. 21-22
ليس
للقاتل من الميراث شيء
“Pembunuh
tidak mendapatkan warisan sedikit pun” (HR. Nasai dalam Sunan Al-Kubra dan
Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra)
Sebagian
ulama hadis mengkritisi status keshahihan hadis ini. Insya Allah yang lebih
kuat, bahwa hadis ini statusnya mauquf, yaitu perkataan Abdullah bin Amr bin
al-Ash radhiallahu ‘anhu dan bukan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana keterangan As-Shan’ani dalam Subulus Salam 2:148.
Selanjutnya
As-Shan’ani menegaskan bahwa para ulama mengamalkan hadis ini, mengingat
banyaknya jalur lainnya yang semakna dengan hadis tersebut. Semuanya
menunjukkan bahwa pembunuh korban, tidak berhak mendapatkan warisan, meskipun
dia anaknya atau orang yang berhak mendapatkan warisan.
Sebagian
ulama menyatakan bahwa aturan ini berlaku umum untuk semua bentuk pembunuhan,
baik pembunuhan disengaja maupun tidak disengaja. Keterangan ini merupakan
pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i. (Subulus Salam,
2:148)
Jumhur
fuqaha’ telah berpendapat bahawa
pembunuhan dapat menghalangi seseorang menjadi ahli waris.begitu juga dengan
penganiayaan yang mengakibatkan terbunuhnya seseorang. Dasar hukum terhadap
yang menghalang si pembunuh adalah :
"Barang
siapa yang membunuh seseorang korban, maka, ia tidak dapat mempusakainya, walaupun
sikorban tidak mempunyai pewaris selainnya dan jika sikorban itu bapaknya atau
anaknya, maka bagi pembunuhan tidak berhak menerima harta
peninggalan"(Hadits riwayat ahmad)
Dalam
hadis lain diterangkan :
“Orang
yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu pun dari orang yang dibunuhnya” (HR
An-Nasa’i)
Selain
itu ada juga hadis lain daripada An-Nasa’I iaitu :
“Tidaklah
bagi pembunuh memperoleh harta waris sedikitpun”
Di
dalam kitab Ilmu Waris Al-Faraidl ada menyatakan bermacam-macam jenis
pembunuhan. Pembunuhan sendiri banyak macamnya dan juga terjadi perbedaan
antara para imam mazhab. Sebelum menentukan pembunuhan yang menjadi sebab
terhalangnya seseorang mewarisi harta benda maka perlu diketahui macam-macam
pembunuhan yaitu:
a) Pembunuhan
sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja untuk
menghilangkan nyawa orang lain.
b) Pembunuhan
mirip sengaja yaitu kesengajaan seseorang memukul orang lain dengan alat yang
tidak mungkin dapat menghabisi nyawa seseorang. Seperti yang tidak langsung
yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang dengan cara melicinkan jalan,
atau memberi racun pada makanannya atau melepaskan binatang buas.
c) Pembunuhan
tidak langsung yaitu seperti seseorang menggali tanah milik orang lain yang
kemudian keluarganya jatuh ke dalam lubang itu dan meninggal dunia.
d) Pembunuhan
karena hak yaitu seperti sebagai pelaksana hukum qishash (algojo) membela diri
atas kehormatan atau nyawa.
e) Pembunuhan
dilakukan oleh orang yang tidak cakap atau berakal seperti anak kecil yang
belum dewasa orang sinting atau orang gila.
f) Pembunuhan
karena udzur yaitu pembunuhan yang sebenarnya tidak sengaja tapi tindakannya
terlalu berlebihan sehingga menjadikan terbunuh. Seperti seorang suami kalap
memukul isterinya karena isterinya berzina. Atau seorang membela diri dari
kejahatan orang lain, padahal musuh sudah kalah tapi karena terdorong kebencian
dengan korban sehingga akhirnya terbunuh.
g) Pembunuhan
karena silap yaitu misalnya seseorang pemburu melihat binatang yang akan diburu
ternyata dia adalah keluarganya yang terkena senjata dan menjadikannya
meninggal.
Dari
macam-macam pembunuhan tersebut, para madzhab berbeda pendapat pembunuhan mana
yang menjadikan sebab seseorang terhalang mewarisi:
a) Ulama
Syafiiyyah : Bahwa semua pembunuhan secara mutlak menjadi terhalang. Baik
langsung atau tidak langsung, baik ada alas an atau tidak ada alas an, baik
sengaja atau tidak sengaja.
b) Fuqaha’
aliran Hambaliyyah: berpendapat bahwa pembunuhan yang menjadi penghalang adalah
pembunuhan sengaja, silap, mirip sengaja, tidak langsung dan dilakukan orang
yang tidak berakal.
c) Fuqaha’
Malikiyyah: berpendapat bahwa yang menghalangi seseorang mewarisi adalah
pembunuhan sengaja,mirip sengaja dan tidak langsung.
d) Fuqaha’
Hanafiyah : berpendapat bahwa pembunuhan yang dapat menjadi penghalang adalah
pembunuhan sebagaimana yang diutarakan oleh Fuqaha’ Malikiyyah.
Jumhur
fuqaha’ berpendapat bahwa pembunuhan yang menjadikan penghalang seseorang
mewarisi adalah selain pembunuhan karena hak seperti algojo yang bertugas
melaksanakan eksekusi keputusan hakim.
Daftar
Pustaka
Muhammad
Muhyidin Abdul Hamid, Panduan Waris Empat Mazhab,Pustaka Al-Kauthar, Jakarta
2006
Artikel
www.KonsultaiSyariah.com
http://www.konsultasisyariah.com/anak-membunuh-ayah-haram-dapat-warisan/#ixzz2PQAHQKNO
Ahmad
Sarwat, Lc.
http://www.salaf.web.id
0 comments:
Post a Comment