SILA "CLICK NEW TAB FOR DETAIL POST" JIKA MENGHADAPI MASALAH MEMBACA ENTRI SILA EMAIL KAN PADA CAKERAWALA IBTISAM TERIMA KASIH

May 26, 2013

rawatan terapi

PENGANTAR

Penulis memilih terapi realitas William Glasser sebagai bahan pembahasan dalam buku ini karena beberapa alasan.
1.      Pendekatan ini ( sama halnya dengan terapi rasional – emotif Ellis ) menunjukkan perbedaan yang besar dengan sebahagian besar pendekatan konseling dan psikoterapi.
2.      Terapi realitas telah meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para guru dan pimpinan  sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja rehabilitasi.
3.      Terapi realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling yang menjadi dasar pertanyaan – pertanyaan seperti : Apa kenyataan itu ? Haruskah terapis mengajar pasiennya ? Apa yang harus diajarkan ? Model apa yang harus disediakan oleh terapi ?.
Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena, dalam penerapan –penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengondisian operan yang tidak ketat. Menurut hemat penulis, salah sebab mengapa Glasser maraih popularitas adalah keberhasilannya dalam menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek yang relative sederhana dan tidak berbelit – belit.



KONSEP – KONSEP UTAMA
Pandangan tentang Sifat Manusia
        Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan, dan ketersendirian. Kebutuhan akan identitas menyebabkan dinamik – dinamik tingkah laku, dipandang sebagai universal pada semua kebudayaan.
        Menurut terapi realitas, akan sangat berguna apabila menganggap identitas dalam pengertian “ identitas keberhasilan “ lawan  “ identitas kegagalan “. Dalam pembentukan identitas, masing – masing dari kita mengembangkan keterlibatan – keterlibatan dengan orang lain dan dengan bayangan sendiri, yang dengannya kita merasa relatis berhasil atau tidak berhasil. Orang lain memainkan peranan yang berarti dalam membantu kita menjelaskan dan memahami identitas kita sendiri.




Ciri – ciri Terapi Realitas
Sekurang – kurangnya ada delapan cirri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut.
1.      Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk – bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibah dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis – diagnosis psikologis. Ia mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah laku yang bertanggung jawab.
2.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih – alih pada perasaan – perasaan dan sikap – sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan – perasaan dan sikap – sikap itu penting, terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah – laku sekarang. Terapi realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untu mengubah sikap – sikap tetapi menekan bahwa perubahan tingkah laku.
3.      Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepda masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
4.      Terapi realitas menekankan pertimbangan – pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentigannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya.
5.      Terapi realitas tidak menekan transderensi. Ia tidak memandang konsep tradisonal tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferinsi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.
6.      Terapi realitas menekankan aspek – aspek kesadaran, bukan aspek – aspek ketaksadaran. Teori psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan kesadaran atas proses – proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik – konflik tak sadar melalui  teknik – teknik seperti analisis transferensi, analisis mimpi, asosiasi – asosiasi bebas, dan analisis resistensi.
7.      Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna menguah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencan – rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik. Ia menentang penggunaan pernyataan – pernyataan semacam itu merupakan hukuman.
8.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser ( 1965, hlm. 13 ) didefinisikan sebagai “ kemampuan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sendiri dan melakukan dengan cara tidak mengutangi kemampuan orang lain dalam kebutuhan – kebutuhan mereka “. Belajar tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Meskipun kita semua memiliki kebutuhan untuk mencintai dan dicintai seta kebutuhan untuk memiliki rase berguna, kita tidak memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan itu.


PROSES TERAPEUTIK
Tujuan – tujuan Terapeutik
           Sama dengan kebanyakan system psikoterapi, tujuan umum terapis realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang – orang mampu bertangguh jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka seta mengembangkan rencana – rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan – tujuan mereka. Terapi realitas membantu orang – orang dalam menetukan dan memperjelas tujuan – tujuan mereka. Selanjutnya, ia membantu mereka dalam menjelaskan cara – cara mereka sendiri. Terapis membantu klien menemukan alternatif – alternatif dalam mencapai tujuan – tujuan klien menunjukkan bahwa klien mampu melaksanakan rencana – rencananya secara mandiri dan tidak perlu lagi diberi treatment.

Fungsi dan peran Terapis
           Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser ( 1965 ) merasa bahwa, ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “ jalan yang bertanggung jawab “. Terapis tidak membuat pertimbangan – pertimbangan nilai dan putusan – putusan bagi para klien, sebab tindakan demikian akan menyinkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realitas.
        Beberapa orang yang telah membaca buku – buku Glasser mengembangkan anggapan yang keliru bahwa terapis harus berfungsi sebagai seorang moralis. Glasser ( 1972 ) yang menyatakan bahwa prinsip evaluasi tingkah lakunya telah sering disalahartikan, menyangkal peran sebagai moralis.
                   Sebahagian orang menerima dan yang lainnya menolok Terapi Realitas
                   Karena mereka salah paham tentang prinsip ini. Kedua kelompok
                   Orang itu percaya bahwa Terapis Realitas bertindak sebagai seorang
                   Moralis, yang sesungguhnya bukan ; ia tidak pernah mengatakan
                   Kepada siapa pun bahwa yang dilakukannya salah dan bahwa
                   Ia harus berubah. Terapis tidak menilai tingkah laku itu ;
                   Ia membimbing pasien untuk mengevaluasi tingkah lakunya sendiri
                   Melalui keterbitannya dan dengan membuka tingkah laku yang
                   Sebenar secara terang – terangan.


Pengalaman Klien dalam Terapi
         Para klien dalam terapi realitas bukanlah orang – orang yang telah belajar menjalani kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang – orang yang termasuk tidak bertanggung jawab. Meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realitas, dan tidak bertanggung jawab, tingkah laku para klien itu masih merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan dasar mereka akan cinta dan rase berguna. Tingkah laku mereka itu pun merupakan upaya untuk memperoleh identitas meskipun boleh jadi “ identitas kegagalan “. Perhatian terapeutik diberikan kepada orang yang belum belajar atau kehilangan kemampuan untuk menjalani kehidupan yang bertanggung jawab.
         Para klien diharapkan berfokus kepada tingkah laku mereka sekarang alih – alih kepada perasaan – perasaan dan sikap – sikap mereka. Terapis manantang para klien untuk memandang secara kritis apa yang mereka perbuata dengan kehidupan mereka dan kemudian membuat pertimbangan – pertimbangan nilai yang menyangkut keefektifan tingkah laku mereka dalam mencapai tujuan – tujuan. Karena para klien bisa mengendalikan tingkah lakunya lebih mudah daripada mengendalikan perasaan – perasaan dan pikirannya, maka tingkah laku mereka itu menjadi focus terapi. Jika seorang klien mengeluh bahwa dirinya cemas, terapis bisa bertanya kapada klien, “ apa yang anda lakukan untuk membuat diri sendiri cemas?” fokusnya bukanlah perasaan cemas, melainkan membantu klien agar memperoleh kesadaran atas apa yang dilakukannya sekarang yang menjadikan dirinya cemas. Pemeriksaan dan evaluasi atas apa yang dilakukan oleh klien secara sinambung dilakukan selama terapi.

Hubungan antara Terapis dan Klien
        Sebelum terjadi terapi yang efektif, keterlibatan antara terapis dan klien harus berkembang. Para klien perlu mengetahui bahwa orang yang membantu mereka, yakni terapis, menaruh perhatian yang cukup kepada mereka, menerima dan membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan mereka di dunia yang nyata. Berikut tinjauan ringkas atas prinsip – prinsip atau konsep – konsep yang spesifik yang menyajikan kerangka bagi proses belajar yang terjadi sebagai hasil dari hubungan antara terapis dank lien atau antara guru dan siswa, yang dikemukakan oleh Glasser ( 1965, 1969 ) serta Glasser dan Zunin ( 1973 ).
1.      Terapi realitas berlandaskan hubungan atau keterlibatan pribadi antara terapis dan klien. Terapis, dengan kehangatan, pengertian, penerimaan, dan kepercayaannya atas kesanggupan klien untuk mengembangkan suatu identitas keberhasilan, harus mengomunikasikan bahwa dia menaruh perhatian. Melalui keterlibatan pribadi dengan terapis, klien belajar bahwa lebih banyak hal dalam hidup ini daripada hanya memusatkan perhatian kepada kegagalan, kesusahan, dan tingkah laku yang bertanggung jawab.
2.      Perencanaan adalah hal yang esensial dalam terapi realitas. Situasi terapeutik tidak terbatas pada diskusi – diskusi antara terapis dan klien. Mereka harus membentuk rencana – rencana yang, jika telah terbentuk, harus dijalankan; dalam terapi realitas tindakan adalah bagian yang esensial. Kerja yang paling penting dalam proses terapeutik di antaranya adalah membantu klien agar mengenali cara – cara yang spesifik untuk mengubah tingkah laku kegagalan menjadi tingkah laku keberhasilan. Rencana – rencana harus dibuat realitas dan ada dalam batas – batas motivasi dan kesanggupan – kesanggupan masing – masing klien.
3.      Komitmen adalah kunci utama terapis realitas. Setelah para klien membuat pertimbangan – pertimbangan nilai mengenali tingkah laku mereka sendiri dan memutuskan rencana – rencana tindakan, terapis membantu mereka dalam membuat suatu komitmen untuk melaksanakan rencana – rencana itu dalam kehidupan sehari – hari mereka. Pertanyaan – pertanyaan dan rencana – rencana tidak ada artinya sebelum ada keputusan untuk melaksanakannya. Glasser dan Zunin ( 1973, hlm. 302 ) menyatakan bahwa “ ciri utama orang – orang yang memiliki identitas kegagalan adalah bahwa mereka memiliki keengganan yang kuat untuk mengikatkan dirinya sendiri “. Oleh karena itu, dengan menjalani rencana – rencana iu para klien diharapkan bisa  memperoleh rasa berguna.
4.      Terapi realitas tidak menerima dalil. Jelas bahwa tidak semua komitmen klien bisa terlaksana. Rencana – rencana bisa gagal. Akan tetapi, jika rencana – rencana gagal, terapis realitas tidak menerima dalih. Ia tidak tertarik untuk mendengar alasan – alasan, penyalahan, dan keterangan – keterangan klien tentang mengapa rencanya gagal. Glasser menegaskan bahwa terapis jangan menyalahkan atau mencela klien atas kegagalannya, juga jangan menjadi “ detektif “ untuk mencari seabab – sebab kegagalan itu.

Teknik – teknik dan Prosedur – prosedur Utama
1.      Terlibat dalam permainan peran dengan klien;
2.      Menggunakan humor;
3.      Mengonfrontasikan klien dan menolok dalih apapun;
4.      Membantu klien dalam merumuskan rencana – rencana yang spesifik bagi tindakan
5.      Bertindak sebagai model dan guru;
6.      Memasang batas – batas dan menyusun situasi terapi;
7.      Menggunakan “ terapi kejutan verbal “ atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistic;
8.      Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif.


       

0 comments: