SILA "CLICK NEW TAB FOR DETAIL POST" JIKA MENGHADAPI MASALAH MEMBACA ENTRI SILA EMAIL KAN PADA CAKERAWALA IBTISAM TERIMA KASIH

Apr 21, 2013

bughat dan murtad perbandingan


PEMBERONTAKAN



Al-Bughah dari segi bahasa bererti pelampau atau melampaui batas
Dari istilah bererti satu kumpulan orang Islam yang menentang pemimpin muslin-iin, melakukan pemberontakan terhadap pemerintahannya dan enggan mematuhi peraturan dan undang-undang yang dikuatkuasakan oleh pemerintah sama ada orang yang berkaitan dengan hak Allah atau hak manusia.
Dalam istilah biasa mereka dikenali sebagai pemberontak.  Mereka mempunyai dasar dan undang-undang mereka sendiri, mempunyai organisasi dan pentadbiran sendiri serta mempunyai kekuatan pertahanan, tentera dan senjata untuk melaksanakan pemberontakan.  Contohnya ialah al-Khawarij dan al-Haruriyah yang menentang khalifah ‘Ali ra.

Menurut  istilah fuqaha sebagaimana definisi yang diutarakan oleh Ibnu Arafah al-Maliki adalah, sikap tidak mau tunduk dan patuh keapda orang menjadi pemimpin sah dalam selain kemaksiatan dengan menggunakan kekerasan, meskipun sikap itu diambil berdasarkan suatu alasan interpretasi (penta ‘wilan).[1]

Al-baghyu adalah haram berdasarkan hadits
القيامة يوم له حجة فلا الطاعةمن يده نزع من
        جاهلية ميتة مات  للجماعة مفارقا مات ومن
“Barangsiapa mencabut tangannya dari kepatuhan kepada pemimpinnya, kelak pada hari kiamat, ia datang dalam keadaan ia tidak memiliki satu hujjah pun. Barangsiapa mati dalam keadaan dirinya memisahkan dirinya dari jamaah, maka ia mati dengan kamatian jahiliyyah.”[2]
Dalam hadith lain, Rasulullah s.a.w bersabda,
من حمل علينا السلاح فليس منا
“Barangsiapa mengangkat senjata terhadap kami, ia bukan termasuk dari golongan kami ”

Ulama Hanafiyah mendefinisikan al-bughaat seperti berikut,sesuatu kaum yang memiliki kekuatan dan kawasan tempat pertahanan, mereka berseberangan dengan kaum Muslimin dalam sebahagian hukum berdasarkan sebuah pemahaman dan interpretasi (ta’wil), menguasai sesuatu kawasan, membentuk sebuah komunitas tersendiri dan menjalankan hukum-hukum mereka seperti kaum Khawarij dan yang lainnya.
Sementara itu, ulama Malikiyah mendefinisikan al-bughaat seperti berikut, orang-orang yang memerangi kaum Muslimin dengan berdasarkan pada suatu paham dan interpretasi seperti kelompok-kelompok sesat misalnya Khawarij dan yang lainnya. Mereka melakukan pemberontakan dan pembangkangan terhadap kaum pemimpin kaum Muslimin atau tidak bersedia untuk tunduk dan patuh padanya, atau tidak bersedia menunaikan suatu hak yang menjadi kewajiban mereka seperti zakat dan semisalnya.[3]
Sementara definisi menurut ulama Hanabilah atau ulama Hambaliyah adalah orang-orang yang menentang dan memberontak kepada imam meskipun imam tersebut adalah imam yang tidak adil dengan berlandaskan pada suatu paham dan unterpretasi sebagai pembenaran sikap pemberontakan mereka itu. Mereka memiliki kekuatan dan senjata meskipun di antara mereka tidak ada orang yang dipatuhi. Tindakan pembangkangan dan pemberontakan terhadap imam adalah haram meskipun imam tersebut adalah imam yang tidak adil.
Menurut istilah syariat Islam, kaum bughat adalah segolongan umat Islam yang melawan atau mendurhakai imam atau pemerintah yang adil dan menjalankan hukum syariat Islam. Perlawanan mereka dilakukan secara terorganisasi atau teratur dibawah satu pemimpin. Ulama Syafi’iah memberikan rumusan mengenai bughat ini sebagai segolongan kaum Muslimin yang menentang imam (pemerintah yang adil) dengan menyerang, serta tidak mau mengikutinya atau enggan memberikan hak imam yang menjadi kewajibannya, dan mempunyai alasan yang kuat untuk memberontak serta ada seorang pemimpin yang mereka taati.[4]


Firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 9:
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ( .bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y÷nÎ) n?tã 3t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþÅ"s? #n<Î) ̍øBr& «!$# 4 bÎ*sù ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ  
9. dan jika dua puak dari orang-orang Yang beriman berperang, maka damaikanlah di antara keduanya; jika salah satunya berlaku zalim terhadap Yang lain, maka lawanlah puak Yang zalim itu sehingga ia kembali mematuhi perintah Allah; jika ia kembali patuh maka damaikanlah di antara keduanya Dengan adil (menurut hukum Allah), serta berlaku adillah kamu (dalam Segala perkara); Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang Yang berlaku adil.[5]
Unsur-unsur dalam Kesalahan Memberontak

1.             Perbuatan menderhaka.
2.             Penggunaan kekuatan dan kekerasan.
3.             Niat memberontak.[6]

Unsur Perbuatan Menderhaka

1.     Perbuatan menderhaka bermaksud menentang pemerintah atau berusaha menggulingkannya, tidak mematuhi perintahnya atau undang-undang yang dikuatkuasakannya dan tidak melaksana­kan kewajipan-kewajipan yang tidak dianggap maksiat. 

1.     Pemberontakan itu ditujukan kepada pemerintah Islarn yang adil yang tidak sepatutnya ditentang atau digulingkan, malahan pemberontakan terhadap pemerintah yang fasiq pun diharam­kan oleh Islam walaupun dengan tujuan untuk melaksanakan amar nw’ruf dan nah i munkar. Ini disebabkan pemberontakan itu akan memberi kesan yang lebih buruk dan tidak memung­kinkan maksud amar ma’ruf dan nahi munkar tercapai.[7]

Unsur Penggunaan Kekuatan dan Kekerasan

Penggunaan kekuatan dan kekerasan bermaksud bahawa pemberontak mempunyai kekuatan pertahanan mereka sendiri serta mempunyai senjata dan tentera yang dapat melakukan tindakan yang boleh mengganggu ketenteraman negara dan melakukan kekacauan dan huru hara.

Unsur Niat

Niat yang dimaksudkan di sini ialah untuk melakukan pemberontakan dan penentangan terhadap pemerintah dan bertujuan untuk menggulingkan atau tidak mahu tunduk kepada perintahnya dan enggan melaksanakan kewajipan dan tanggungjawab mengikut undang-undang dan peraturan yang ditentukan oleh pemerintah.

Langkah Menghadapi Pemberontak

1.   Pemerintah yang menghadapi pemberontakan tidak boleh terus bertindak memerangi atau menentang pemberontak dengan kekerasan sebelum langkah-langkah awal dilakukan bagi mengelakkan pertumpahan darah sesama umat Islam.
2.   Langkah paling utama ialah mengajak mereka ke meja perundingan untuk mengetahui sebab mereka memberontak dan tuntutan mereka:

i.      Sekiranya sebab-sebab itu munasabah dan tuntutan mereka wajar, maka pemerintah tidak boleh menafi­kannya, tetapi hendaklah menerimanya dan memenuhi tuntutan mereka.
ii.      Sekiranya pemberontak enggan memberi sebab-sebab pemberontakan dengan jelas, maka mereka perlu diberi peringatan akan bahaya peperangan iaitu men­datangkan korban nyawa dan kerugian harta benda.
iii.      Sekiranya mereka masih enggan, suruhlah mereka supaya kembali bersatu di bawah naungan pemerintah dan taat kepada pemerintah atau mereka akan menghadapi tindakan yang keras dan tegas daripada ,pemerintah.
iv.            Sekiranya mereka tetap enggan dan terus berpegang pada dasar pemberontakan mereka, maka wajiblah mereka diperangi.


Syarat-syarat Memerangi Pemberontak

1.      Pemberontak mempunyai kekuatan tentera, senjata dan pengkalan bagi pergerakan dan pertahanan mereka.  Usaha untuk menjadikan mereka taat kepada pemerintah memerlukan belanja yang besar dan tenaga yang banyak.

2.      Pemberontak menentang pemerintah secara terbuka dan mereka tidak berada di dalam kawalan pemerintah sebab mereka mempunyai pengkalan yang di luar daripada kekuasaan pemerintah.  Ini tidak memungkin­kan pemerintah dapat mengambil tindakan terhadap mereka secara mudah seperti menangkap dan memenjarakan mereka.

3.      Pemberontak mempunyai asas yang menjadi prinsip perjuangan mereka sendiri sekalipun asas itu salah seperti asas yang dipegang oleh al-Khawarij dan al-Haruriyah yang melakukan pemberontakan ter­hadap Sayidina’Ali ra. Tidak mudah bagi pemerintah untuk berhadapan dengan golongan yang berpegang pada prinsip tentera yang menjadi dasar perjuangan pemberontak lebih-lebih lagi prinsip yang salah.  Ini berarti bertambah sukar untuk menyeru mereka supaya berdamai dan kembali kepada prinsip yang menjadi dasar pemerintah dan menghentikan penentangan terhadap pemerintah.

4.      Pemberontak mempunyai pemimpin yang berpenga­ruh dan ditaati, pemimpin yang dapat mengatur dan mentadbir, merancang dan menyusun strategi bagi melaksanakan penentangan dan pemberontakan.  Andainya mereka tidak mempunyai pemimpin, mereka mudah disedarkan dan dipujuk supaya menghentikan perjuangan yang sia-sia itu.[8]

5.      Walaupun pemerintah diharuskan memerangi pemberontak, mereka tidak boleh dianggap sebagai golongan fasiq dan kafir kerana mereka dapat dianggap sebagai golongan bermasalah berdasarkan asas atau prinsip yang mempengaruhi tindakan mereka.


Tindakan

Gerombolan bughat yang ditangkap hendaklah diperlakukan sebagai berikut:
1.      Kalau ada yang terluka jangan menambah lukanya itu, seperti memukul dan sebagainya
2.      Tidak boleh dibunuh
3.      Mereka yang lari tidak perlu dicari, kecuali kalau mereka mengganggu keamanan
4.      Harta bendanya tidak boleh dijadikan rampasan.[9]

Hukuman Jenayah Memberontak

1.      Dijatuhkan hukuman mati
2.      atau diperangi

Pemeritah juga mestilah meneliti dan mengkaji sebab pemberontakan tersebut dan sekiranya tuntutan itu benar maka pemerintah hendaklah menerima dan melaksanakannya. Sekiranya permintaan mereka tidak  benar, dan mereka masih berdegil tidak mahu mentaati pemerintah, di saat itu mereka bolehlah diperangi.[10]

 Pemberontak tidak dikenakan ganti rugi

Ulama Hanafiyyah, ulama Malikiyah, ulama Hanabilah dan ulama Syafi’iah berdasarkan qaul yang azhhar dari qaul milik mereka menyatakan bahwa kelompok pemberontak yang berlandaskan sikap pemberontakannya pada suatu pemahaman dan interpretasi. Mereka tidak dikenakan denda ganti rugi dan tuntutan pertanggungjawaban atas jiwa dan harta benda yang mereka rusak saat berkecamuknya perang.[11]

Murtad

Murtad atau riddah berarti dari jalan yang pertama kali dilalui. Makna kata ini serupa dengan irtidad, namun riddah di sini dikhususkan dalam makna kafir.[12] Menurut ulama Syafi’iyah, riddah adalah meninggalkan sesuatu menuju sesuatu yang lain. Tindakan riddah adalah yang paling buruk dan paling berat hukumnya, serta meruntuhkan dan menghapuskan amal-amal yang pernah dilakukan jika kemurtadan it uterus berlansung sampai mati sedangkan menurut ulama Malikiyah sejak kemurtadan itu terjadi.[13]

4 `tBur ÷ŠÏs?ötƒ öNä3ZÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ ôMßJuŠsù uqèdur ֍Ïù%Ÿ2 y7Í´¯»s9'ré'sù ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( y7Í´¯»s9'ré&ur Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $ygŠÏù šcrà$Î#»yz ÇËÊÐÈ  
217. Dan sesiapa di antara kamu Yang murtad (berpaling tadah) dari ugamanya (ugama Islam), lalu ia mati sedang ia tetap kafir, maka orang-orang Yang demikian, rosak binasalah amal usahanya (yang baik) di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah ahli neraka, kekal mereka di dalamnya (selama-lamanya).[14]

Dari Ibnu Mas’ud r.a bahwa Rasulullah s.a.w bersabda, “Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Utusan Allah, kecuali salah satu daripada tiga orang iaitu, janda yang berzina, pembunuh orang dan orang yang meninggalkan agamanya berpisah daripada jemaah.” (Hadith Riwayat Muttafaq ‘alaih)[15]

Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa berganti Agama, bunuhla ia.” (Hadith Riwayat Bukhari)[16]

Syarat-syarat sah Murtad
  1. Berakal
  2. Atas kemahuan dan keinginan sendiri.

Syarat Perlaksanaan Hukum Murtad

1.     Orang yang murtad itu hendaklah orang yang mukalaf iaitu mempunyai akal yang sempurna dan baligh.
2.     Telah diberi nasihat dan diminta bertaubat dan diberi tempoh masa untuk bertaubat.
3.     Dapat dipastikan telah murtad sama ada dengan pengakuan sendiri atau dengan keterangan saksi yang adil yang me­menuhi syarat-syarat saksi.[17]












Referens
  1. Al-Quran Al-Karim Rasm Utsmani
  2. Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7
  3. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
  4. Fiqih Sunnah Jlid 3
  5. Fiqh Mazhab Syafi’I
  6. Al-Qawaaniin Al-Fiqhiyyah
  7. Haasyiyah Ad-Dasuqi,juz 4


[1] Haasyiyah Ad-Dasuqi,juz 4 hlm. 298
[2] Fiqh Islam Wa Adillatuhu bhg.5 hlm.423
[3] Al-Qawaaniin Al-Fiqhiyyah, hlm,363
[4] Fiqh mazhab syafi’I, hlm,537
[5] Al-Quran Al-Karim, Rasm Uthmani, hlm, 516
[6] Fiqh mazhab syafi’I, hlm, 539
[7] Fiqh mazhab syafi’I, hlm,539
[8] Wikipedia perihal pemberontakan
[9] Fiqh mazhab syafi’I, hlm, 541
[10] Fiqh Mazhab Syafi’I, hlm, 542
[11] Fiqih Islam Jilid 7, hlm, 426
[12] Fiqih Sunnah Jlid 3, hlm. 305
[13] Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, hlm. 510
[14] Al-Quran Al-Karim Rasm Utsmani, hlm. 34
[15] Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, hlm. 493
[16] Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, hlm. 517
[17] Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, hlm. 514

0 comments: