SILA "CLICK NEW TAB FOR DETAIL POST" JIKA MENGHADAPI MASALAH MEMBACA ENTRI SILA EMAIL KAN PADA CAKERAWALA IBTISAM TERIMA KASIH

Apr 21, 2013

resume fiqh jinayah


 Pengertian Qishash. Bab 1
Qishash secara bahasa artinya mengintai atau mengikuti jejak dari arah yang tidak diketahui oleh yang diikuti.
Adapun secara istilah syariat qishash maknanya, menghukum pelaku kriminal yang melakukannya dengan sengaja (seperti pembunuhan, melukai atau memotong anggota tubuh dan semisalnya) dengan hukuman yang sama kriminalnya.
Unsur-unsur qishash
Dalam menjatuhkan hukuman terhadap orang yang bersalah melakukan pembunuhan atau melukai, haruslah memenuhi ubsur atau rukunnya yaitu,
a)      Unsur pembunuhan yang disengaja
b)      Unsur pembunuhan atau melukai yang tidak sengaja
c)      Unsur pembunuhan yang tersalah
Syarat-syarat wajib qisash
  1. Si pembunuh sudah baligh dan berakal.
  2. Pembunuh bukan orang tua dari yang dibunuh
  3. Yang dibunuh sama derajatnya dengan yang membunuh atau kurang
Faktor Yang Menggugurkan Qishash
Pemberian maaf dari seluruh keluarga atau salah satu keluarga korban.
Pelaku meninggal atau kehilangan salah satu anggota tubuh yang menjadi objek qishash.
Jika qishash telah gugur maka pelaku wajib mengganti dengan diat dari hartanya dan membayarnya kepada keluarga korban. Ini merupakan pendapat Hanbali dan salah satu pendapat Syafii. Imam Malik dan mazhab Hanafi berpendapat bahawa si korban tidak wajib untuk membayar diat karena hak keluarga korban berkaitan dengan nyawa si pelaku.

Pelaksanaan Hukuman Qishas. Bab 2

Para imam mazhab sepakat bahwa para wali korban, yang berhak dan sudah dapat dalam pengadilan dan mereka menuntut qishash, maka haruslah dilaksanakan. Hakim tidak boleh menunda-nundanya kecuali orang yang dikenai hukum qisas tersebut adalah seorang perempuan yang sedang hamil. Jika demikian, bolehlah ia ditunda sehingga ia melahirkan.
Hanafi dan Maliki mengatakan tidak boleh ditunda hukuman qisas tersebut dan Syafii mengatakan boleh menunda hingga orang gila menjadi sembuh dan anak kecil menjadi dewasa. Dari Hanbali ada dua riwayat yaitu yang pertama boleh ditunda dan inilah pendapatnya yang paling jelas, kedua tidak boleh.
Cara pelaksanaan qisas jika korban dibunuh dengan khamar maka si pelaku diqisas dengan cuka. Sedangkan ulama daripada mazhab Hanafi dan Hadawiyah berpendapat qisas tindak-tanduk dan perlakuan terhadap pelaku sebagaimana tindakannya terhadap korban tidak akan tercapai kecuali apabila hal itu dilakukan dengan pedang.
Pelaksanaan Hukuman Takzir
Para imam mazhab berbeda pendapat tentang sifat pelaksanaan Had terhadap orang sakit. Hanafi, Syafii dan Hanbali mengatakan orang sakit it terus dipukul sebanyak yang kenainya. Tetapi jika dikhawatirkan dia meninggal, hendaknya dipukul dengan hujung kain atau sesuatu yang diperkirakan tidak mematikan. Demikian juga terhadap juga terhadap orang yang lemah.
Malikki berkata tidak berlaku had kecuali dengan cambukan, pencambukan itu tidak harus terus menerus dan harus dipukul sebanyak dyang diperlukan, tidak boileh kurang.
Pelaksanaan Hukuman Qadzaf
Had atas tuduhan zina adalah hak Allah Azza Wa Jalla. Oleh kerana itu, orang yang dituduh zina tidak berhak menggugurkannya. Dan yang menuduh tidak bisa bebas dengan pembebasannya. Jika ia meninggal maka had tidak bisa diwariskan. Demikian menurut Hanafi. Syafii mengatakan hak orang yang dituduh dan hukuman yang tidak dapat dilaksanakan kecuali dituntut olehnya. Ia berhak menggugurkan serta penuduh bebas darinya. Maliki mengatakan apabila perkara itu sudah sampai ke tangan hakim maka orang tersebut tidak berhak menggugurkannya. Hanbali ada dua riwayat yaitu hukuman had ke atas tuduhan zina adalah hak manusia. Seseorang yang dituduh zina, tidak dapat mendatangkan saksi atas tuduhannya, maka ia dikenakan hukuman jasmani berupa delapan puluh deraan dan hukuman maknawi yaitu penolakan persaksiannya selamnya/ sebagai orang yang fasik
Pelaksanaan Hukuman Mencuri.
Para imam mazhab berbeda pendapat tentang memotong tangan yang disebabkan mencuri barang yang cepat rusak. Hanafi mengatakan tetap dipotong anggota badan yang lumpuh. Syafii mengatakan bahwa pencuri yang tangan kanannya lumpuh. Dan menurut orang yang ahli bahwa jika tangannya tersebut dipotong maka tidak ada darahnya maka ia tetap dipotong. Sedangkan menurut keterangan orang ahli baahwa bagian tersebut tidak mengeluarkan darah dan dapat merusak maka yang dipotong adalah bagian atasnya.
Pelaksanaan Hukuman Zina
Syafii berpendapat bahwa pelaku zina bujang atau perawan harus dicambuk dengan pelepah kurma yang kecil jika dia dapat menahan sakit. Adapun pelaku zina laki-laki atau perempuan adalah muhsan yang sakit menurut atirah, syafiiyyah, hanafiyya dan maliyyah, hukuman rejam tetap dilakukan. Meski ia sakit atau karena sebab lain. Hal ini adalah untuk membunuh pelaku zina.







Diat Bab 3

Diat didefinisikan sebagai harta yang dibebankan karena adanya tindak kriminal. Diat juga disebut al-‘aql. Alasannya adalah jika seorang membunuh orang lain, maka pelaku pembunuhan itu akan mengumpulkan dan mengikat unta-unta diat dihalaman rumah korban atau pewaris korban dan pada akhirnya akan menjadi hak mereka. Ada pelbagai-bagai jenis diat antaranya ialah diat orang melakukan pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan tidak sengaja. Oleh itu, diat ini perlu bagi menjaga kemaslahatan nyawa manusia yang lain.
Hukuman Takzir  Bab 4

Tindakan takzir ini adalah budi bicara yang lembut, kasih sayang tidak dengan kebencian, tidak sampai menghancurkan hidup si pesalah dan hukuman dilakukan secara bertahap. Dari segi bahasa takzir ini adalah berarti menolak atau menghalang. Dan dari segi istilah pula ialah hukuman yang dikenakan atas orang yang membuat kesalahan dan maksiat.
Hukuman takzir ini dilakukan atas dasar pemerintahan masing-masing. Hukuman takzir ini sebagai pengganti hukuman pokok. Hukuman ini yang tiada di dalam Al-Quran dan hadis. Adapun cara menghukum seseorang adalah mengikut berperingkat-oeringkat yaitu nasihat, teguran dan ancaman dan amaran. Selain itu ialahdengan melakukan pengisytiharan umum, denda dan rampasan harta benda, penjara bunuh dan bunag daerah.



Hukuman Cambuk Bagi Pelaku Zina Ataupun Khamar Dan Qazaf. Bab 5

Pengertian cambuk menurut imam mazhab adalah menyebat dengan cambuk, memperlakukan seseorang secara keras sebagai pengajaran agar menjadi lebih giat atau nurut.
Para imam mazhab berpendapat tentang memukul pada anggota badan. Hanafi dan Hanbali mengatakan seluruh badan kecuali muka, kemaluan dan kepala, Syafii mengatakan muka, kemaluan, pinggang dan bagian-bagian yang dikhawatirkan akan menyebabkan kematian. Maliki mengatakan yang dipukul adalah pinggang dan sisi-sisinya.

Hukuman Cambuk Peminum Khamar.
Jumhur ulama sepakat bahwa peminum khamar yang memenuhi syarat untuk dihukum, maka bentuk hukumannya adalah dicambuk sebanyak 80 kali.


Qazaf (Menuduh Orang Lain Berzina) Bab 6

Makna asal dari al-qadzfu adalah melemparkan dengan abut atau dengan benda lainnya. Dari karangan Wahbah Az-Zuhaili  dalam fiqih Islam Wa Adillatuhu, qazaf ialah melempar dengan batu atau sejenis. Menurut istilah syara’ ialah qazaf adalah penisbatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain kepada perbuatan zina atau pemutusan nasab seseorang Muslim.
Hukum Qazaf ini adalah hukuman yang sangat berat karena ia adalah perbuatan keji dan berdosa besar. Sang penuduh boleh dikenakan dera sebanyak 80 kali,baik laki-laki mahupun perempuan. Akan tetapi semua itu tidak akan berlaku sekiranya penuduh membawa saksi sebanyak 4 orang yang bukan fasik untuk membuktikan perempuan itu benar-benar berzina. Syarat-syarat wajib qazaf ialah berakal, baligh, ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, orang yang menuduh haruslah orang yang berkewajipan mematuhi hukum-hukum syariat, dia juga harus seseorang yang tahu bahwa zina adalah diharamkan, harus atas kehendak dan keinginan sendiri dan orang yang dituduh tidak memberikan izin kepada orang yang menuduh untuk menuduh dirinya. Jika si tertuduh memberikan izin kepada penuduh untuk menuduh dirinya, maka si penuduh tidak dikenai hukuman had.
Syarat-syarat orang yang dituduh zina ialah orang yang dituduh haruslah berstatus muhsan dan pihak yang dituduh jelas siapa orangnya.

Hukuman Orang Yang Berzina. Bab 7

Orang yang berzina adakalanya berstatus muhsan sehingga hukuman hadnya adalah rajam atau tidak berstatus muhsan sehingga hukuman hadnya adalah dera. Hukuman had bagi penzina yang masih lajang yang tidak berstatus muhsan sebanyak 100 kali dera. Hukuman nbagi penzina yang berstatus muhsan ialah rajam sampai mati. Syarat-syarat hukuman had zina ialah pelaku adalah orang baligh, pelaku adalah orang berakal dan pelaku adalah seorang muslim menurut mazhab Malikiyyah, melakukan perzinaan atas kemauan sendiri, tidak dalam keadaan terpaksa, perzinaan yang dilakukan adalah dengan manusia, perempuan yang dizinai harus perempuan yang memang sudah bisa disetubuhi  dan perempuan yang dizinai adalah orang hidup.

Khamar Bab 8

Khamar atau minuman keras adalah minuman yang bisa membuat mabuk apapun alasannya. Larangan meminum minuman keras adalah hukumnya haramdan merupakan sebagian daripada dosa besar karena dapat menghilangkan akal fikiran. Ia akan menjadikan keadaan dalam kucar-kacir dengan pembunuhan, permusuha, perzinaan, penyebaran rahasia dan pengkhianatan bangsa adalah contoh pengruh hilangnya kesadaran karena meminum khamar. Sanksi peminum khamar adalah berbentuk deraan sebanyak 80 kali. Cara menetapkan sanksi peminum khamar ialah pengakuan daripada sang peminum bahwa ia telah meminum khamar dan adanya kesaksian dari dua orang saksi yang adil. Syarat penegakan sanksi peminum khamar ialah berakal sehat, baligh, tidak ada paksaan dan mengetahui bahwa apa yang diminum benar-benar memabukkan. Ada macam-macam minuman yang diharamkan yaitu khamar, as-Sakar, al-fadhiih, naqii zabiib, ath-thalaa, al- baadzaq dan al-jumhuri


Pencurian Bab 9

Pencurian adalah mengambil harta orang lain dari penyimpanannya yang semestinya dalam diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Pencurian memiliki tiga sendi utama yaitu mengambil harta yang bukan miliknya, mengambil dengan sembunyi-sembunyi dan menambil dari  tempat penyimpanan yang aman. Jika harta yang tidak diambilnya tidak dimiliki oleh orang lain atau diambil di tempat terang-terangan atau harta itu tidak berada di dalam tempat penyimpanannya yang aman maka pencuri tidak dikenakan sanksi potong tangan. Sanksi pencurian  adalah dipotong tangan seperti di dalam surah Al-Maidah ayat 38. Ulama Hanafiah berpendapat bahwa apabila barang yang dicuri telah hilang, si pencuri tidak bisa dijatuhi hukuman denda dan hukuman potong tangan sekaligus. Oleh sebab itu, apabila si korban pencurian memilih untuk mendenda si pencuri maka si pencuri tidak dipotong tangannya yakni apabila perkaranya belum diajukan kepada hakim. Ulama Malikiyah berpendapat apabila si pencuri adalah orang yang mampu ketika menjalani hukum potong tangan, maka ia dijatuhi hukum potong tangan sekaligus dikenai denda. Ulama Syafiyyah dan ulama Hanabilah berpendapat seorang pencuri dilakukan hukuman potong tangan sekaligus denda sehingga barangnya masih ada, maka dikembalikan barangnya kepada pemiliknya. Apabila barangnya sudah binasa, maka harus dikembalikan gantinya. Jika mau dipotong tangan maka hendaklah melebihi empat dinar atau lebih.

Perampokan
Perampokan adalah sekelompok orang dengan satu keyakinan, perangai, dan peraturan yang memiliki tujuan untuk menciptakan kekacauan,petumpahan darah, perusahaan tanaman dan pembunuhan hewan ternak di Negara Islam. Selain daripada itu, perampokan juga dapat dilakukan dengan aksi individual, dengan catatan bahwa orang yang melakukan aksi pembunuhan, serta perampasan harta dan kesucian orang lain. Tindakan ini dipanggil al-hirabah. Sanksi perampokan ini ada tercatat di dalam surah al-maidah ayat 33  yaitu akan dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibunag dari negeri.


Memberontak Dan Murtad Bab 10

Al-Bughah dari segi bahasa bererti pelampau atau melampaui batas
Dari istilah bererti satu kumpulan orang Islam yang menentang pemimpin muslin-iin, melakukan pemberontakan terhadap pemerintahannya dan enggan mematuhi peraturan dan undang-undang yang dikuatkuasakan oleh pemerintah sama ada orang yang berkaitan dengan hak Allah atau hak manusia.
Dalam istilah biasa mereka dikenali sebagai pemberontak.  Mereka mempunyai dasar dan undang-undang mereka sendiri, mempunyai organisasi dan pentadbiran sendiri serta mempunyai kekuatan pertahanan, tentera dan senjata untuk melaksanakan pemberontakan.  Contohnya ialah al-Khawarij dan al-Haruriyah yang menentang khalifah ‘Ali ra.
Unsur-unsur dalam kesalahan memberontak ialah perbuatan menderhaka penggunaan kekuatan dan kekerasan niat memberontak.

Unsur perbuatan menderhaka perbuatan menderhaka bermaksud menentang pemerintah atau berusaha menggulingkannya, tidak mematuhi perintahnya atau undang-undang yang dikuatkuasakannya dan tidak melaksana¬kan kewajipan-kewajipan yang tidak dianggap maksiat.

Pemberontakan itu ditujukan kepada pemerintah Islarn yang adil yang tidak sepatutnya ditentang atau digulingkan, malahan pemberontakan terhadap pemerintah yang fasiq pun diharam¬kan oleh Islam walaupun dengan tujuan untuk melaksanakan amar nw’ruf dan nahi munkar. Ini disebabkan pemberontakan itu akan memberi kesan yang lebih buruk dan tidak memungkinkan maksud amar ma’ruf dan nahi munkar tercapai.

Langkah Menghadapi Pemberontak

1.         Pemerintah yang menghadapi pemberontakan tidak boleh terus bertindak memerangi atau menentang pemberontak dengan kekerasan sebelum langkah-langkah awal dilakukan bagi mengelakkan pertumpahan darah sesama umat Islam.
2.         Langkah paling utama ialah mengajak mereka ke meja perundingan untuk mengetahui sebab mereka memberontak dan tuntutan mereka:

i.          Sekiranya sebab-sebab itu munasabah dan tuntutan mereka wajar, maka pemerintah tidak boleh menafi¬kannya, tetapi hendaklah menerimanya dan memenuhi tuntutan mereka.
ii.         Sekiranya pemberontak enggan memberi sebab-sebab pemberontakan dengan jelas, maka mereka perlu diberi peringatan akan bahaya peperangan iaitu mendatangkan korban nyawa dan kerugian harta benda.
iii.        Sekiranya mereka masih enggan, suruhlah mereka supaya kembali bersatu di bawah naungan pemerintah dan taat kepada pemerintah atau mereka akan menghadapi tindakan yang keras dan tegas daripada ,pemerintah.
iv.        Sekiranya mereka tetap enggan dan terus berpegang pada dasar pemberontakan mereka, maka wajiblah mereka diperangi.


Syarat-syarat Memerangi Pemberontak pemberontak mempunyai kekuatan tentera, senjata dan pengkalan bagi pergerakan dan pertahanan mereka.  Usaha untuk menjadikan mereka taat kepada pemerintah memerlukan belanja yang besar dan tenaga yang banyak. Pemberontak menentang pemerintah secara terbuka dan mereka tidak berada di dalam kawalan pemerintah sebab mereka mempunyai pengkalan yang di luar daripada kekuasaan pemerintah.  Ini tidak memungkin¬kan pemerintah dapat mengambil tindakan terhadap mereka secara mudah seperti menangkap dan memenjarakan mereka. Pemberontak mempunyai asas yang menjadi prinsip perjuangan mereka sendiri sekalipun asas itu salah seperti asas yang dipegang oleh al-Khawarij dan al-Haruriyah yang melakukan pemberontakan ter¬hadap Sayidina’Ali ra. Tidak mudah bagi pemerintah untuk berhadapan dengan golongan yang berpegang pada prinsip tentera yang menjadi dasar perjuangan pemberontak lebih-lebih lagi prinsip yang salah.  Ini berarti bertambah sukar untuk menyeru mereka supaya berdamai dan kembali kepada prinsip yang menjadi dasar pemerintah dan menghentikan penentangan terhadap pemerintah. Pemberontak mempunyai pemimpin yang berpengaruh dan ditaati, pemimpin yang dapat mengatur dan mentadbir, merancang dan menyusun strategi bagi melaksanakan penentangan dan pemberontakan.  Andainya mereka tidak mempunyai pemimpin, mereka mudah disedarkan dan dipujuk supaya menghentikan perjuangan yang sia-sia itu. Selain itu, hukuman jenayah memberontak ialah dijatuhkan hukuman mati dan diperangi

Murtad

Murtad atau riddah berarti dari jalan yang pertama kali dilalui. Makna kata ini serupa dengan irtidad, namun riddah di sini dikhususkan dalam makna kafir.  Menurut ulama syafi’iyah, riddah adalah meninggalkan sesuatu menuju sesuatu yang lain. Tindakan riddah adalah yang paling buruk dan paling berat hukumnya, serta meruntuhkan dan menghapuskan amal-amal yang pernah dilakukan jika kemurtadan itu terus berlansung sampai mati sedangkan menurut ulama malikiyah sejak kemurtadan itu terjadi. Syarat-syarat sah murtad ialah berakal dan atas kemahuan dan keinginan sendiri. Syarat perlaksanaan hukum murtad ialah orang yang murtad itu hendaklah orang yang mukalaf iaitu mempunyai akal yang sempurna dan baligh, telah diberi nasihat dan diminta bertaubat dan diberi tempoh masa untuk bertaubat, dapat dipastikan telah murtad sama ada dengan pengakuan sendiri atau dengan keterangan saksi yang adil yang memenuhi syarat-syarat saksi.


0 comments: